Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Selasa, 25 Oktober 2011

Advokat: Tindak Tegas Penyiksa Sapi

Sabtu, 22 Oktober 2011 14:16
0 Komentar
E-mail Print PDF

Pamekasan - Advokat di Pamekasan, Madura, meminta aparat kepolisian menindak tegas praktek penyiksaan sapi pada karapan (balapan) sapi, yang menjadi ciri khas budaya daerah itu. "Penyiksaan hewan tidak hanya melanggar etika moral, namun juga melanggar hukum positif, KUHP," kata juru bicara Advokat Law Firm and Legal Consultant, Agus Kasianto, di Pamekasan, Sabtu (22/10).

Menurut Agus Kasianto, klausul yang mengatur tentang larangan penyiksaan hewan sebagaimana praktik dalam pelaksanaan karapan sapi adalah pasal 302 KUHP ayat 1 dan ayat 2.

"Dalam Pasal 302 ayat 1 itu disebutkan, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan karena melakukan penganiyaan ringan terhadap hewan," paparnya, menjelaskan.

Tidak hanya itu saja, pada ayat 2 di pasal yang sama juga disebutkan bahwa ancaman hukumannya bisa lebih berat lagi, yakni hingga 9 bulan, apabila penyiksaan yang dilakukan mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat menderita luka berat lainnya atau mati.

"Gerakan penegakan hukum saya kira harus dilakukan. Sebab jika praktik penyiksaan tetap dilakukan dan tidak ada tindakan hukum sama sekali maka itu sama halnya dengan melegalkan penyiksaan hewan," ujar Agus Kasianto, menegaskan.

Ia mengatakan, seruan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan para Ormas Islam agar praktik penyiksaan dalam pelaksanaan festival karapan sapi di Madura dihapus karena tidak manusiawi dan bertentangan dengan nilai-nilai agama, sebenarnya juga senafas dengan hukum positif yang berlaku di negeri ini.

Bahkan, sambung Agus Kasianto, dalam Undang-Undang Nomor:18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, ancaman hukuman bagi pelaku penyiksaan hewan lebih berat lagi, yakni antara hukuman penjara 6 bulan hingga 5 tahun.

Agus lebih lanjut menjelaskan, dalam pasal 66 ayat 2 point C dan E di undang-undang itu disebutkan, bahwa pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, rasa tertekan.

"Saya kira kalau dalam karapan sapi dengan membancok pantat sapi, mengeles matanya dengan balsem agar larinya kencang, juga masuk dalam poin ini disamping pasal 302 KUHP itu tadi," kata Agus Kasianto, menjelaskan.

Demikian juga pada point E di pasal yang sama juga menyebutkan, bahwa penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan.

"Pada poin ini menyebutkan bahwa perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan," tuturnya.

Agus memandang pendekatan supremasi hukum perlu dilakukan untuk menghapus praktik penyiksaan karapan sapi sebagaimana yang biasa terjadi di Madura ini, selain dengan melakukan pendekatan kultural kepada semua pemilik sapi karapan.

"Karapan sapi ini adalah budaya leluhur masyarakat Madura yang sangat bagus dan perlu dipelihara. Tapi kini menjadi ternodai, ketika ada praktik penyiksaan seperti yang membacokkan paku ke pantat sapi agar larinya kencang," ucap.

Agus Kasianto bersama kalangan profesi advokat lainnya di Pamekasan juga berharap, agar karapan sapi hendaknya dikembalikan pada bentuk semula, yakni karapan sapi tanpa penyiksaan.

Seruan untuk menghapus praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi ini bukan hanya dari kelompok profesi advokat.

Sebelumnya, kalangan aktovis mahasiswa, MUI dan berbagai Ormas Islam juga meminta agar panitia pelaksana karapan sapi melarang praktik kekerasan dalam ajang festival budaya yang menjadi kebanggaan masyarakat Madura ini.

Namun, Kepala Bakorwil IV Pamekasan selaku panitia pengarah dalam pelaksanaan festival karapan sapi ini Eddy Susanto menyatakan, sulit, karena para pemilik sapi karapan menganggap itu sudah menjadi kebiasaan sejak dulu agar larinya lebih kencang.

"Butuh waktu lama untuk menghapus praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi ini," kata Eddy Susanto. [TMA, Ant]
sumber: http://www.gatra.com/hukum/31-hukum/3785-advokat-tindak-tegas-penyiksa-sapi

Rabu, 19 Oktober 2011

MUI ; Karapan Sapi Tidak Boleh Menyiksa Binatang

KARIMATA FM-Madura, Pamekasan : Pelaksanaan budaya karapan sapi yang akan memperebutkan piala Presiden di Pamekasan (tanggl 23 Oktober 2011), ternyata menjadi perhatian serius Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pamekasan.

Sejumlah Ulama MUI menerima adanya perhelatan karapan sapi yang akan digelar di Stadion R Sunarto Pamekasan itu, tetapi dengan berbagai etika dan persyaratan.

Diantaranya, harus tidak ada unsur penyiksaan binatang, praktek perjudian, dan peserta tidak mengabaikan pelaksanaan sholat. serta unsur lain yang berkenaan dengan syariat Islam.

ALI RAHBINI ABDUL LATIEF Ketua MUI Pamekasan mengatakan, pelarangan menyiksa binatang itu dituangkan dalam pernyataan sikap yang di sampaikan kepada Bakorwil Pamekasan sebagai panitia pelaksana.

dan semua pernyataan yang tertuang di dalam surat tersebut sesuai dengan kesepakatan peserta sidang MUI, dan beberapa ormas Islam lainnya, seperti Forum Komunikasi Ummat Islam (FOKUS) dan Lembaga Pengkajian dan Penerapan Syariat Islam (LP2SI).

“Itu dilakukan agar penyiksaan binatang atau sapi dalam karapan itu tidak menodai kemurniaan Budaya Madura yang sudah berlangsung puluhan tahun. Serta tetap menjunjung tinggi nilai-nilai islami dalam kegiatan tersebut,” katanya. (suhil/zil/http://www.karimatafm.com/news/show/1)

Karaoke di Hotel Putri Ditutup, Harga Mati

19-10-2011
Karaoke di Hotel Putri Ditutup, Harga Mati

KARIMATA FM-Madura, Pamekasan : Bupati Pamekasan Kholilurrahman menegaskan, penutupan fasilitas karaoke di Hotel Putri merupakan harga mati dan tidak ada tawar menawar lagi. Sebab selain melanggar perda dalam penyediaan miras (minuman keras), fasilitas tersebut tidak memiliki ijin resmi.

Menurut Kholil, dalam forum pimpinan daerah (Forpimda) telah sepakat fasilitas karaoke di restauran putri ditutup. Namun saat ini rencana penutupan lokasi itu masih di garap oleh sekdakab.

“Saya dan pimpinan daerah lainnya seperti pak kapolres telah sepakat tidak ada tawar menawar lagi, karaoke di Hotel Putri wajib ditutup. Dan saat ini masih diproses di tingkatan sekda,” katanya.

Adapun pernyataan penutupan fasilitas karaoke di hotel dan restaurant putri itu disampaikan, menyusul hasil hiering Komisi A DPRD dengan Satpol PP dan Kabag Hukum Pemkab Pamekasan, terkait efektifitas Perda larangan miras No 18 tahun 2001 di wilayah Pamekasan. (suhil/zil/http://www.karimatafm.com/news/show/1)

Hikmah Pagi: Sahabat Kaum Dhuafa

Kamis, 20 Oktober 2011 07:22 WIB

Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas


Namanya Jundub bin Junadah, tetapi lebih dikenal dengan panggilan Abu Dzar al-Ghiffari. Sahabat Nabi ini terkenal dengan sikap zuhudnya serta pandangan khasnya tentang harta. Bagi Abu Dzar, menyimpan harta dalam jumlah yang berlebih dari kebutuhan keluarga adalah haram. Ayat yang sering dikutip Abu Dzar: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka, (mereka akan mendapat) siksa yang pedih." (QS at-Taubah [9]: 34).

Abu Dzar tidak pernah menyimpan harta lebih dari persiapan hidup tiga hari. Tidak jarang dia berhari-hari hanya makan beberapa biji kurma dan air. Sewaktu tinggal di Damaskus, pada zaman Khalifah Usman bin Affan, Gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan pernah mengujinya dengan mengirimkan uang 100 dinar pada satu malam dan besok paginya memintanya kembali dengan alasan salah kirim. Ternyata uang tersebut sudah habis dibagikan malam itu juga kepada fakir miskin. Abu Dzar berjanji akan mengumpulkannya kembali dalam tiga hari jika Muawiyah menginginkannya.

Suatu hari, seseorang datang ke kediaman Abu Dzar. Tamu itu melayangkan pandangannya ke setiap pojok rumahnya. Dia tidak melihat apa-apa di rumah itu. "Hai Abu Dzar! Di mana barang-barang Anda?" Abu Dzar menjawab, "Kami mempunyai rumah yang lain. Barang-barang kami yang bagus telah kami kirim ke sana."

Tamu itu rupanya mengerti bahwa yang dimaksud Abu Dzar adalah akhirat. Lalu tamu tadi berkata, "Tetapi, Anda juga memerlukan barang-barang itu di rumah ini?" Maksudnya, di dunia. Abu Dzar dengan tangkas menjawab, "Tetapi yang punya rumah (Allah) tidak membolehkan kami tinggal di sini buat selama-lamanya."

Abu Dzar sering menyampaikan kepada kaum dhuafa bahwa pada harta orang-orang kaya itu ada hak mereka. Sebagai gubernur, Muawiyah khawatir kalau-kalau cara pandang Abu Dzar itu akan mendorong orang-orang miskin merampasi harta kekayaan orang kaya. Dia melaporkan Abu Dzar kepada Khalifah Usman di Madinah. Khalifah memanggil Abu Dzar dan dua sahabat ahli tafsir untuk menguji penafsiran Abu Dzar terhadap surah at-Taubah ayat 34 itu. Keduanya menyatakan bahwa yang diancam oleh ayat tersebut adalah orang-orang yang menimbun kekayaan dan tidak menunaikan kewajibannya membayar zakat.

Setelah peristiwa itu, Abu Dzar tidak mau kembali lagi ke Damaskus dan juga tidak mau menetap di Madinah. Dalam pandangan dia, umat Islam di kedua kota tersebut tidak lagi hidup secara sederhana seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dia minta izin tinggal di Rabdzah, sebuah kampung kecil di luar Kota Madinah.

Suatu hari, Abu Dzar berpesan kepada putrinya. Jika lewat kafilah di kampung kita ini, jamulah mereka makan. Setelah itu tanyakan kepada mereka, apakah Abu Dzar termasuk ahli surga atau bukan. Putrinya heran, karena biasanya pertanyaan itu diajukan setelah seseorang meninggal dunia. Mengetahui ada kafilah datang dan putrinya sudah menyiapkan jamuan, Abu Dzar mengambil air wudhu lalu shalat dua rakaat dengan khusyuk. Setelah shalat, dia berbaring dan melipat kedua tangannya, kemudian tenang. Pada saat itulah Allah SWT memanggilnya. Alangkah indahnya kematian sahabat kaum dhuafa ini.
sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/10/20/ltc928-hikmah-pagi-sahabat-kaum-dhuafa

MUI Pamekasan Surati Bakorwil Terkait Karapan Sapi

19 Okt 2011 12:42:08| Penulis : Abdul Azis
Pamekasan - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengirim surat ke Kantor Bakorwil IV Pamekasan, Madura selaku panitia pelaksanaan festifal karapan sapi piala Presiden 23 Oktober 2011 agar melarang praktik penyisaan dalam pelaksanaan festifal budaya di wilayah itu.

"Surat yang kami kirim sekarang ini merupakan hasil keputusan bersama dari berbagai Ormas Islam tadi malam," kata Ketua MUI Pamekasan KH Ali Rahbini Abdul Latif di Pamekasan, Selasa.

Dalam surat bernomornya: 073/DPK.MUI/X/2011, tertanggal 18 Oktober 2011 yang ditanda tangani oleh tiga perwakilan Ormas Islam Pamekasan disebutkan, ada empat tuntutan yang para ulama.

Pertama, MUI meminta agar unsur penyiksaan binatang dalam pelaksanaan karapan sapi memperebutkan piala Presiden yang akan digelar pada 23 Oktober 2011 ini dihapus.

"Tuntutan yang kedua, kami meminta praktik perjudian dalam pelaksanaan karapan sapi dihapus," kata Ali Rahbini menjelaskan.

Menurut dia, dalam setiap praktik pelaksanaan karapan sapi yang ada di Pamekasan secara khusus dan Madura pada umum, selalu ada praktik perjudian yang dilakukan oknum masyarakat, sebagaimana praktik penyiksaan.

Tuntutan yang ketiga, kami meminta agar masyarakat tidak mengabaikan kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Sebab, menurut Ali Rahwini, setiap festifal karapan sapi, baik di tingkat kabupaten, apalagi di tingkat karesidenan (Madura), para penonton dan panitia pelaksana selalu mengabaikan shalat.

Yang keempat, para ulama menolak unsur-unsur lain yang dinilai bertentangan dengan syariat Islam. "Di Pamekasan ini kan kota yang menerapkan Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami (Gerbang Salam)," kata KH Ali Rahbini menjelaskan.

Ada tiga Ormas Islam yang menandatangani surat penolakan praktik karapan sapi yang disampaikan MUI dan para ulama dari berbagai Ormas Islam yang ada di Pamekasan ini.

Yakni Ketua MUI Pamekasan KH Ali Rahbini Abdul latif, Ketua Forum Ormas Islam (Fokus) HK Abd Ghaffar, dan Ketua Lembaga Pengkajian dan Penerapan Syariat Islam (LP2SI) Moh Zahid.

Selain ditujukan kepada Bakorwil IV Pamekasan, Madura selaku pelaksana festifal karapan sapi, surat MUI bersama Ormas Islam lainnya ini juga ditembuskan ke Kapolres, Komandan Kodim 0826, Ketua DPRD dan Ketua Pangadilan Negeri Pamekasan. ***6***
sumber: http://antarajatim.com/lihat/berita/74208/mui-pamekasan-surati-bakorwil-terkait-karapan-sapi

Ada Praktik Penyiksaan dan Perjudian, MUI Surati Panitia Karapan Sapi

REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengirim surat ke Kantor Bakorwil IV Pamekasan, Madura sebagai panitia pelaksanaan festival karapan sapi piala Presiden 23 Oktober 2011. Isi surat meminta agar melarang praktik penyisaan dalam pelaksanaan festival budaya di wilayah itu.

"Surat yang kami kirim merupakan hasil keputusan bersama dari berbagai Ormas Islam tadi malam," kata Ketua MUI Pamekasan KH Ali Rahbini Abdul Latif di Pamekasan, Selasa (18/10).

Dalam surat bernomornya: 073/DPK.MUI/X/2011, tertanggal 18 Oktober 2011 yang ditanda tangani oleh tiga perwakilan Ormas Islam Pamekasan disebutkan, ada empat tuntutan para ulama.

Pertama, MUI meminta agar unsur penyiksaan binatang dalam pelaksanaan karapan sapi memperebutkan piala Presiden yang akan digelar pada 23 Oktober 2011 ini dihapus.

"Tuntutan kedua, meminta praktik perjudian dalam pelaksanaan karapan sapi dihapus," kata Ali Rahbini menjelaskan. Menurut dia, dalam setiap praktik pelaksanaan karapan sapi yang ada di Pamekasan secara khusus dan Madura pada umum, selalu ada praktik perjudian dilakukan oknum masyarakat, sebagaimana praktik penyiksaan.

Tuntutan ketiga, meminta agar masyarakat tidak mengabaikan kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Sebab, menurut Ali Rahwini, setiap festifal karapan sapi, baik di tingkat kabupaten, apalagi di tingkat karesidenan (Madura), para penonton dan panitia pelaksana selalu mengabaikan shalat.

Yang keempat, para ulama menolak unsur-unsur lain yang dinilai bertentangan dengan syariat Islam. "Pamekasan ini kan kota yang menerapkan Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami (Gerbang Salam)," kata KH Ali Rahbini menjelaskan.

Ada tiga Ormas Islam yang menandatangani surat penolakan praktik karapan sapi yang disampaikan MUI dan para ulama dari berbagai Ormas Islam yang ada di Pamekasan ini.

Yakni Ketua MUI Pamekasan KH Ali Rahbini Abdul latif, Ketua Forum Ormas Islam (Fokus) HK Abd Ghaffar, dan Ketua Lembaga Pengkajian dan Penerapan Syariat Islam (LP2SI) Moh Zahid.

Selain ditujukan kepada Bakorwil IV Pamekasan, Madura, selaku pelaksana festifal karapan sapi, surat MUI bersama Ormas Islam lainnya ini juga ditembuskan ke Kapolres, Komandan Kodim 0826, Ketua DPRD dan Ketua Pangadilan Negeri Pamekasan.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Antara
http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/10/19/ltauui-ada-praktik-penyiksaan-dan-perjudian-mui-surati-panitia-karapan-sapi

Jumat, 07 Oktober 2011

Waspadai Makanan Berlabel Halal Palsu alias Halal Bodong!

Minggu, 21 Agustus 2011 15:53 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, PONDOK AREN - Tidak semua makanan yang berlabel halal terjamin kehalalannya. Bahkan, sejumlah produk makanan yang beredar, berlabel halal palsu.
"Produk yang ditemukan mempunyai label halal, tapi tidak mempunyai sertifikat halal alias 'bodong'," kata Kepala Bidang Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan, Ferry Payacun.
Penemuan tersebut terjadi ketika petugas gabungan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan beserta Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) melakukan inspeksi mendadak (sidak), belum lama ini. Makanan tersebut, ditemukan petugas dalam keadaan tersusun 'rapi' pada rak penjualan di Giant Bintaro, Pondok Aren, Tangsel.
Salah satu persyaratan produk halal, kata Ferry, selain memiliki label, juga harus memiliki sertifikat halal. Sedangkan sebagian besar produk yang beredar di pasaran, kata Ferry, hanya mencantumkan label halal, tapi belum tentu memiliki sertifikat halal. "Sertifikat halal akan dikeluarkan MUI bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan," jelasnya.
Menurut Ferry, sebagian besar konsumen berasal dari umat Islam. Sehingga pembuktian kehalalan harus diutamakan. Apalagi produk-produk itu berasal dari dalam negeri. "Seharusnya dapat menjadi contoh bagi produsen makanan lain," imbuhnya.
Tak hanya tidak bersertifikasi halal, masih terdapat produk makanan olahan yang kemasannya tidak tertera label halal. Di antaranya Jamur Shitake Kering, Kembang Tahu Tipis, Kacang Mede, Kacang Tanah Kupas, Fish Fisrt Original, dan Juhi Chili Pack.
Store Manager Giant Supermarket Bintaro, Ernestin, mengelak bila setiap produk yang ada berlabel halal 'bodong'. Makanan tersebut, kata dia, dapat dipastikan kehalalannya, dan layak dikonsumsi. "Kalau urusan sertifikat, kami (Giant) tidak tahu, kami hanya menjual saja," kata Ernestin.
Namun, beberapa produk makanan yang tidak mencantumkan label halal, menurut Ernestin adalah kesalahan dari produsen. "Nanti akan kita sampaikan ke supplier (pengirim makanan) untuk mencantumkan label halal di kemasannya," kata Ernestin.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangsel, Abdul Razaq, mengimbau masyarakat agar teliti ketika hendak membeli. Bagi yang ragu-ragu apakah makanan yang dikonsumsi tersebut berlabel halal atau tidak, lebih baik ditinggalkan saja. MUI juga menyarankan agar terus berhati-hati atas produk makan yang tidak berlabel halal.

Redaktur: cr01
Reporter: Ahmad Reza Safitri

Total Tayangan Laman

Categories


BADAN AMIL ZAKAT (BAZ) PAMEKASAN


Republika Online - Dunia Islam RSS Feed


Republika Online - Buku Islam RSS Feed


Republika Online - Hikmah RSS Feed