Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Senin, 24 Maret 2014

Banyak yang Kami Kerjakan tapi Sedikit yang Terkabarkan


Ir Lukmanul Hakim, MSi
Direktur LPPOM MUI

‘’Gedung ini namanya keren, tapi belum lunas,’’ ujar Wakil Direktur LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika) MUI Sumunar Jati sambil tersenyum, tatkala menerima kunjungan wartawan Suara Islam di Gedung World Halal Center di Bogor, tiga pekan lalu. Bangunan empat lantai di dekat Tugu Air Mancur Jalan Pemuda itu, imbuh Jati, statusnya masih ‘’over-nyicil’’.


Begitupun, masih ada yang memandang sertifikasi halal yang sudah selama 25 tahun ditangani LPPOM MUI, sebagai ‘’lahan basah’’. Sehingga, muncul lah tudingan bahwa LPPOM melakukan ‘’monopoli’’ dengan ‘’tarif mahal’’ agar terbuka peluang untuk turut ‘’kebagian’’ rejekinya.

Pemberitaan Majalah TEMPO edisi 26 Februari–2 Maret 2014, bahkan menuduh sejumlah Pengurus MUI melakukan komersialisasi pengurusan halal di mancanegara.

Untuk mendapat gambaran lebih jelas soal peran dan perkembangan LPPOM MUI, berikut wawancara Nurbowo dari Suara Islam dengan Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim.

Direktur LPPOM MUI sejak Prof Aisjah Girindra hingga Anda sekarang ini, selalu dipercaya menjadi Presiden Forum Halal Dunia. Bagaimana peran LPPOM MUI di kancah internasional?

Ya, saya kira itu penghargaan dunia yang sudah sewajarnya kita terima. LPPOM MUI sudah berpengalaman selama 25 tahun di bidang sertifikasi halal. Lembaga ini telah menerbitkan standar halal yang meliputi: Standar Kriteria Sistem Jaminan Halal (HAS 23000: 1), Standar Standar Persyaratan Sertifikasi Halal: Kebijakan dan Prosedur (HAS 23000: 2), Standar Pedoman pemenuhan Kriteria Sistem Jaminan Halal di Rumah Potong Hewan (HAS 23103), dan Standar Persyaratan Bahan Pangan Halal (HAS 23201).
Kami juga sudah menerapkan pendaftaran permohonan sertifikasi halal di dalam dan di luar negeri  secara on-line. Ini untuk meminimalisasi peluang terjadinya potensi suap-menyuap. Aturan ini telah diakui dan dijalankan oleh 44 halal certifier bodies di 22 negara di dunia di 5 benua.

Di dalam negeri, LPPOM MUI telah memiliki fitur Pro Halal yang dengan menggunakan handphone berbasis android masyarakat dapat mengetahui status suatu produk berdasarkan kepemilikan sertifikat halalnya.

Kami akui sebagai lembaga berkelas internasional, ternyata LPPOM MUI kurang cukup syiar di dalam negeri. Banyak yang sudah kami kerjakan, tapi baru sedikit yang terkabarkan. Di samping kekurangan kami dalam publikasi, mungkin juga ada kesengajaan untuk memberitakan secara keliru seperti kasus belakangan ini.

Tapi ada keluhan dari pelaku usaha, terutama usaha atau industri kecil-menengah, bahwa proses sertifikasi LPPOM MUI mahal. Sebenarnya berapa biaya yang ditetapkan?

Itu dia salah satu contoh misleading. Sebenarnya, LPPOM sudah menetapkan skema biaya sertifikasi halal. Biaya ini relatif murah dibanding biaya sertifikasi mutu yang lain semisal ISO, HACCP, dan sebagainya.

Umumnya yang  memandang mahal dari IKM (industri kecil-menengah), sehingga MUI berpendapat golongan usaha ini yang perlu dibantu oleh pemerintah dalam pembiayaan sertifikasi.  Dan selama ini beberapa kementerian seperti kementerian agama, perindustrian, UKM, perdagangan telah bekerjasama dengan MUI dalam hal pembiayaan IKM.

Apa dasar penetapan besaran tarif sertifikasi itu?


Biaya sertifikasi ditentukan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain (i) golongan perusahaan (besar, menengah, kecil), (ii) jumlah produk, (iii) jumlah bahan, (iv) tingkat kekritisan bahan terhadap kehalalan produk, (v) kemampuan sistem jaminan halal perusahaan dalam menjaga keberlangsungan kehalalan produk selama sertifikat halal berlaku. 

Skema pembiayaan yang dibebankan ke perusahaan menganut sistem subsidi silang antara biaya dari perusahaan besar kepada yang kecil,  sehingga dapat membantu perusahaan yang bergolong perusahaan IKM atau PIRT (pelaku industri rumah tangga). Malah untuk kasus tertentu, IKM atau PIRT diberikan gratis pembiayaan sertifikasi halal.
Pembiayaan sertifikasi halal menganut pembiayaan per jenis produk, bukan per kemasan produk, sehingga beban biaya sertifikasi halal setiap kemasan produk bisa jadi dibawah 1%. Besarannya dari Rp 500 ribu sampai Rp 2 juta per jenis produk.

Keluhan lain, waktu sertifikasi LPPOM MUI dinilai lama?

LPPOM MUI mengkatagorikan produk berdasarkan kekritisan bahannya, yaitu no risk, low risk, risk,dan very high risk.  Untuk memudahkan memahami waktu proses sertifikasi, waktu sertifikasi dibagi dua tahap yaitu (i) Pre audit, yaitu waktu yang dibutuhkan perusahaan mulai dari pendaftaran sampai dinyatakan LPPOM MUI siap diaudit dan (ii) Audit (sertifikasi), waktu yang digunakan oleh LPPOM MUI untuk melakukan audit di lapangan, uji laboratorium, rapat auditor, rapat komisi fatwa dan penerbitan SH. 

Berdasarkan penelitian mahasiswa IPB Rahajeng Aditya pada 2011, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk Pre Audit untuk kategori produk no/low risk (40 hari), risk (44 hari) dan very high risk (44 hari).  Sedangkan rata-rata waktu pelayanan Sertifikasi dari audit hingga pemberian fatwa oleh komisi fatwa MUI adalah 24 hari, secara detail untuk produk no risk (19 hari),  low risk (14 hari).  Atau bisa dikatakan total rata-rata waktu sertifikasi 64 hari (dari rata-rata terlama hari pelayanan).

Hal ini bisa dibandingkan hari pelayanan sertifikasi halal di JAKIM Malaysia bisa mencapai 6 bulan menurut pengakuan perusahaan Malaysia yang juga mengajukan disertifikasi oleh MUI untuk masuk pasar Indonesia.

LPPOM MUI saat ini telah berusaha untuk lebih meningkatkan waktu pelayanan sertifikasi dengan tidak menghilangkan substansi kehalalan suatu bahan dan produk yaitu dengan Sistem Pelayanan Sertifikasi Halal secara online (diberi nama CEROL SS-23000, silahkan bisa dilihat di http:/e-lppommui.org). Sistem ini telah diluncurkan pada tgl 24 Mei 2012.

Apa keunggulan CEROL SS-23000?

Sistem ini diharapkan dapat lebih mempercepat pelayanan hingga 50% dari waktu yang dibutuhkan sekarang. Manfaat lainnya seperti: pendaftaran dapat dilakukan darimana saja dan kapan saja, minimasi biaya pengurusan sertifikat halal, update informasi perkembangan sertifikasi secara realtime dan penghematan biaya kertas (go green) serta kemudahan masyarakat untuk memperoleh informasi produk halal secara cepat.

Kalaupun masyarakat masih menilai waktu pelayanan LPPOM MUI lama, hal ini bisa dianalisis dari rata-rata perhitungan diatas yaitu kendala yang mengerucut pada beberapa permasalahan utama, (i) ketidakpahaman perusahaan/industri terhadap sistem jaminan halal berikut komponen-komponen yang harus dipenuhi, (ii) komitmen perusahaan untuk memenuhi persyaratan dan menyelesaikan proses sertifikasi yang sudah disepakati bersama.  Kedua kendala persoalan utama tersebut waktunya ada di pre-audit.  Hal ini membuktikan perlunya peningkatan sosialisasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat industri tentang komitmen untuk penjaminan halal produknya, bukan proses audit/sertifikasi yang dilakukan oleh MUI.

Belakangan ada wacana pengelolaan sertifikasi halal akan diambil pemerintah dalam hal ini Departemen Agama. Bagaimana menurut LPPOM?

Wacana sertifikasi halal akan diambil Pemerintah sudah lama dikembangkan oleh individu yang belum paham sejarah sertifikasi halal di Indonesia.

Penunjukan MUI sebagai pelaksana sertifikasi halal sejak tahun 1988, karena Pemerintah menyadari bahwa kewenangan syar’iyah dalam sertifikasi halal ada pada lembaga keulamaan di Indonesia yaitu Majelis Ulama Indonesia. Untuk mendukung sertifikasi halal oleh ulama MUI, kemudian tahun 1989 MUI membentuk LPPOM yang memahami aspek sains dan keilmuan.

Sertifikasi halal adalah merupakan wilayah syar’iyah yang harus menjadi kewenangan MUI sebagai lembaga keulamaan. MUI selama 25 tahun, sejak 1989, telah melakukan sertifikasi halal yang meliputi menetapkan standar halal, memeriksa produk, menetapkan fatwa, dan menerbitkan sertifikat halal.

Posisi MUI sebagai pelaksana sertifikasi halal masih sejalan dan selaras dengan peraturan perundangan yang ada di Negera Kesatuan Republik Indonesia. Para ulama, anggota dan pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam Tingkat Pusat secara bulat menghendaki agar sertifikasi halal tetap dilaksanakan oleh MUI.

Kedudukan MUI sebagai pelaksana sertifikasi halal dipandang mampu mencegah adanya perpecahan dan perbedaan (khilafiyah) terhadap fatwa produk halal. Sertifikasi halal yang dilaksanakan oleh MUI selama ini, juga dipandang telah mampu menenangkan dan menenteramkan hati umat Islam dalam mengkonsumsi produk halal, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari menjalankan ibadah.

Perlu diketahui, bahwa MUI mendukung pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). Penjaminan produk halal yang perlu diatur dalam RUU JPH setidaknya meliputi 4 (empat) hal yaitu sertifikasi, pemberian logo produk, pengawasan, dan penindakan (law enforcement). Sertifikasi halal sudah dijalankan lebih dari 25 (duapuluh lima) tahun oleh MUI. Pemerintah dan DPR mestinya sekarang melakukan kajian mendalam untuk menuangkan kewenangan Pemerintah terhadap Penjaminan Produk Halal dalam RUU JPH.

Apa peran pemerintah dalam hal ini menurut LPPOM MUI?

Peran Pemerintah dalam RUU JPH masih terbuka luas dalam penjaminan produk halal diantaranya melakukan registrasi sertifikat,  KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), pembinaan, maupun  urusan teknis lain. Apabila diakumulasikan, maka kewenangan Pemerintah dalam RUU JPH ini sekurang-kurangnya ada 8 (delapan) urusan meliputi (1) regristasi sertifikat halal; (2) pencantuman logo/tanda halal (labelisasi) pada kemasan produk halal; (3) pengawasan produk yang beredar dan produsen produk halal; (4) melakukan sosialisasi, komunikasi dan penyadaran (dikenal KIE: komunikasi, informasi dan edukasi) kepada masyarakat dan pelaku usaha; (5) melakukan pembinaan kepada masyarakat dan pelaku usaha terhadap penyelenggaraan produk halal; (6) pengawasan/ penyediaan sarana dan prasarana fisik yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan produk halal; (7) penindakan (law enforcement) terhadap berbagai pihak yang melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan jaminan produk; dan (8) urusan teknis lain yang belum diatur dalam proses penjaminan produk halal.

Pemberitaan tentang regulasi halal akhir-akhir ini semakin memberi angin agar peran LPPOM MUI diambil pemerintah?

LPPOM sebagai bagian dari lembaga keulamaan MUI adalah wadah umat Islam yang merupakan partner utama Pemerintah dalam mewujudkan kebaikan (maslahah) dan menanggulangi kerusakan (mafsadah) umat Islam Indonesia dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Karenanya, LPPOM MUI akan terus membangun dialog yang konstruktif dengan berbagai pihak dalam rangka memperoleh titik temu terhadap pembahasan RUU JPH demi terlaksananya perlindungan masyarakat dalam aspek syar’i sesuai hak konstitusional umat Islam sebagai warga Negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Dialog juga untuk mendorong terwujudnya tanggungjawab Pemerintah dalam melindungi hak-hak masyarakat, menjaga persatuan umat, serta mengawal dinamika masyarakat secara adil dan bertanggungjawab.

Jadi, kita berharap apa yang selama ini sudah berjalan hendaknya diperkuat dan bukan sebaliknya.[]


sumber: Suara Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar