Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Selasa, 22 November 2011

Penyiksaan Sapi Karapan Masih Terjadi, Larangan MUI Diabaikan

TEMPO.CO, Pamekasan - Penyiksaan terhadap sapi peserta karapan memperebutkan Piala Presiden yang berlangsung di Stadion Sunarto Hadiwijoyo, Pamekasan, Jawa Timur, Minggu, 23 Oktober 2011, masih terjadi.

Berdasarkan pantauan Tempo, larangan penyiksaan terhadap sapi karapan yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pamekasan diabaikan. Sebanyak 24 pasang sapi perserta karapan mengalami berbagai bentuk penyiksaan sebelum ataupun saat beradu cepat dalam pelaksanaan karapan tahunan tersebut.

Ke dalam kelopak mata sapi dioles balsem, lubang duburnya sapi dicucuk besi. Joki pun tetap menggunakan cambuk yang dipasangi paku. Bahkan pada bekas luka cambukan dioles spiritus atau cabai rawit.

Seperti diberitakan sebelumnya (Tempo Interaktif edisi Kamis, 20 Oktober 2011), MUI Pamekasan melarang segala bentuk penyiksaan terhadap sapi karapan, termasuk penggunaan cambuk paku. "Tidak boleh ada penyiksaan dalam karapan sapi," kata Ketua MUI Pamekasan, KH Ali Rahbini Abdul Latif.

Ali Rahbini menyayangkan pelaksanaan karapan sapi identik dengan penyiksaan. Aksi penyiksaan terhadap sapi peserta karapan merusak budaya Madura karena sejak awal tidak pernah ada penyiksaan. Karapan sapi pun identik dengan perjudian. Bahkan yang paling disayangkan MUI, pelaksanaan karapan mengabaikan waktu salat. "Semua yang melanggar syariat agama dilarang," tutur dia.

Menurut Ali Rahbini, larangan MUI tersebut sudah disepakati bersama berbagai organisasi, LSM, seperti Fokus, dan LP3SI. Bahkan Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) IV Madura juga sudah disurati berkaitan dengan larangan tersebut.

Salah seorang joki sapi karapan, Bobi, mengatakan berbagai bentuk penyiksaan terhadap sapi masih tetap dilakukan agar saat berlomba sapi bisa berlari cepat mencapai garis finis. "Saya memang dengar ulama melarang. Tapi karena panitia tidak melarang, cambuk paku masih saya gunakan," ucapnya.

Bobi mengaku kasihan saat mencambuk sapi dengan paku. Namun karena sudah menjadi tradisi, mau tidak mau harus dilakukannya. "Saya cuma cari uang," tuturnya.

Kepala Bakorwil IV Madura, Eddi Santoso, tak menampik masih terjadinya penyiksaan terhadap sapi peserta karapan, dan hal itu menurutnya sudah menjadi tradisi, sehingga sulit dihilangkan. "Tradisinya memang begitu, sehingga belum bisa menghindari penyiksaan terhadap sapi," kata Eddi yang juga menjadi ketua panitia karapan kepada wartawan.

Eddi berjanji pihaknya sebagai penyelenggara karapan akan berupaya agar tidak lagi terjadi penyiksaan terhadap sapi karapan. Namun hal itu tidak bisa dihilangkan dalam waktu yang cepat. ”Secara bertahap kami akan mencari formula agar unsur penyiksaan bisa ditiadakan."

Salah seorang penonton karapan, Surano, menyatakan dukungannya terhadap larangan MUI. Surano yakin tanpa penyiksaan, termasuk cambuk berpaku, sapi karapan tetap bisa berlari dengan kencang. "Ngeri, Mas. Pantat sapi luka-luka, lalu disiram spiritus. Pasti sakit sekali," ujarnya.

MUSTHOFA BISRI
http://www.tempo.co/read/news/2011/10/23/180362822/Penyiksaan-Sapi-Karapan-Masih-Terjadi-Larangan-MUI-Diabaikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar