Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Senin, 24 Maret 2014

Kritera Caleg yang Harus Dipilih Menurut MUI


Diasuh oleh:
KH A Cholil Ridwan, Lc
Ketua MUI Pusat, Pengasuh Pesantren Husnayain, Jakarta

Assalamualaikum Pak Kiyai. Mohon dijelaskan mengenai fatwa haram golput dari MUI itu, dan bagaimana kritera Caleg/Pemimpin yang harus kita pilih. Terima kasih atas jawabannya.


Fathullah, Jakarta Timur
HP. 08880816xxxx



Waalaikumsalam warahmatullah.
Perlu saya tegaskan bahwa sebenarnya tidak ada namanya fatwa haram golput dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Istilah “fatwa haram golput” bukanlah produk MUI, tetapi istilah yang dipopulerkan oleh media massa. Istilah ini populer setelah MUI mengadakan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada Januari 2009/Muharram 1430 lalu.

Dalam Ijtima’ Ulama tersebut, salah satu fatwa yang dihasilkan adalah tentang penggunaan hak pilih dalam pemilihan umum (Pemilu). Ada lima butir ketetapan fatwa yang dihasilkan, diantaranya:

Pertama, pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.

Kedua, memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.

Ketiga, Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.

Keempat, memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tablig), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib.

Kelima, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan butir 4 (empat) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.

Dari poin keempat dan kelima di atas dapat diketahui, Caleg/pemimpin yang WAJIB dipilih oleh umat  Islam adalah yang memenuhi kritera: BERIMAN dan BERTAKWA, JUJUR, TERPERCAYA, AKTIF dan ASPIRATIF, MAMPU dan MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN UMAT ISLAM. Sebaliknya, menurut MUI, memilih pemimpin/caleg yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut adalah HARAM. Demikian pula dengan tidak menggunakan hak memilih, padahal ada calon yang sesuai kritera yang disebutkan di atas maka juga HARAM hukumnya.

Dalam fatwa tersebut MUI juga menganjurkan supaya umat Islam memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mengenban tugas amar ma’ruf nahi munkar.

Untuk menetapkan fatwa tersebut, MUI telah merujuk kepada dalil Alquran, Al-Hadits, kaidah fiqhiyah dan pendapat para ulama. Saya akan sebutkan, meski tidak semuanya, dasar-dasar pengambilan ketetapan tersebut diantaranya:

Alquran:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa [4] : 58)

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu....” (QS. An-Nisa [4]: 59)

Hadits Nabi Muhammad Saw:

“Dari Abdullah bin Amr bin ‘Auf al-Muzani, dari ayahnya, dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang diharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengaharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. At-Tirmidzi)

“Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Jika kepercayaan dilalaikan maka tunggulah waktunya. Sahabat bertanya: Bagaimana melalaikan kepercayaan tersebut?. Rasulullah Saw menjawab, “jika suatu perkara diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah waktunya.” (HR. Bukhari)

Kaidah Fiqhiyah:

“Apabila suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan secara sempurna tanpa adanya sesuatu yang lain, maka pelaksanaan sesuatu yang lain tersebut hukumnya juga wajib”

“Suatu yang tidak didapatkan semua (sesuai dengan idealisasi dan kehendak kita), seyogyanya tidak ditinggalkan semuanya.”

Pendapat Ulama:

“Kepemimpinan (al-imamah) merupakan tempat pengganti kenabian dalam menjaga agama (hirasatiddiin) dan mengatur dunia (siyasatiddunya), dan memilih orang yang menduduki kepemimpinan tersebut hukumnya adalah wajib menurut ijma’” (Imam al-Mawardi dalam “al-Ahkam as-Sulthaniyah”)

“Penting untuk diketahui bahwa adanya kekuasaan untuk mengatur urusan manusia adalah termasuk kewajiban besar dalam agama, bahkan tidak akan tegak agama ataupun dunia tanpa adanya kekuasaan. Maka sesungguhnya anak Adam tidak akan sempurna kemaslahatannya tanpa berkumpul karena di antara mereka saling membutuhkan, dan tidak bisa dihindari ketika mereka berkumpul adanya seorang pemimpin.” (Ibnu Taimiyah dalam “as-Siyasah as-Syar’iyah”).

sumber: Suara Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar